Ini disebabkan ramai manusia tidak tahu apa makna bahagia sebenarnya
dan mereka juga tidak tahu bagaimanakah caranya untuk mendapatkannya.
Jika kita mencari sesuatu yang tidak diketahui dan dikenali, sudah
pasti kita tidak akan menemuinya. Oleh itu, usaha mencari kebahagiaan
itu mestilah bermula dengan mencari apa erti kebahagiaan itu terlebih
dahulu.
Bahagia itu fitrah tabie manusia. Semua orang ingin bahagia. Jika ada manusia yang berkata, alangkah bahagianya kalau aku tidak bahagia, dia layak dihantar ke Hospital Bahagia. Kenapa? Sudah tentu orang itu tidak siuman lagi. Manusia yang siuman sentiasa ingin dan mencari bahagia. Bahkan, apa sahaja yang diusahakan dan dilakukan oleh manusia adalah untuk mencapai bahagia.
1. Beriman dan beramal salih.
“Siapa yang beramal salih baik laki-laki ataupun perempuan dalam
keadaan ia beriman, maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang
baik dan Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik
daripada apa yang mereka amalkan.” (An-Nahl: 97)
Ibnu ‘Abbas RA meriwayatkan bahawa sekelompok ulama mentafsirkan bahawa
kehidupan yang baik (dalam ayat ini) ialah rezeki yang halal dan baik
(halalan tayyiban). Sayidina Ali pula mentafsirkannya dengan sifat
qana’ah (merasa cukup). Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas,
meriwayatkan bahawa kehidupan yang baik itu adalah kebahagiaan.
2. Banyak mengingat Allah
.
Dengan berzikir kita akan mendapat kelapangan dan ketenangan sekali gus bebas daripada
rasa gelisah dan gundah gulana.
Firman Allah:
“Ketahuilah dengan mengingat (berzikir) kepada Allah akan tenang hati itu.” (Ar-Ra’d: 28)
3. Bersandar kepada Allah.
Dengan cara ini seorang hamba akan memiliki kekuatan jiwa dan tidak mudah putus asa
dan kecewa. Allah berfirman:
“Siapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya.” (Ath-Thalaq: 3)
4. Sentiasa mencari peluang berbuat baik.
Berbuat baik kepada makhluk dalam bentuk ucapan mahupun perbuatan dengan
ikhlas dan mengharapkan pahala daripada Allah akan memberi ketenangan hati.
Firman-Nya:
“Tidak ada kebaikan dalam kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh ( manusia) untuk bersedekah atau berbuat kebaikan dan
ketaatan atau memperbaiki hubungan di antara manusia. Barang siapa melakukan hal itu
karena mengharapkan keredaan Allah, nescaya kelak Kami akan berikan padanya pahala
yang besar.” (An-Nisa: 114)
5. Tidak panjang angan-angan tentang masa depan dan tidak meratapi masa silam.
Fikir tetapi jangan khuatir. Jangan banyak berangan-angan terhadap masa depan yang
belum pasti. Ini akan menimbulkan rasa gelisah oleh kesukaran yang belum tentu datang.
Juga tidak terus meratapi kegagalan dan kepahitan masa lalu karena apa yang telah
berlalu tidak mungkin dapat dikembalikan semula.
Rasulullah SAW bersabda:
“Bersemangatlah untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagi mu dan minta tolonglah
kepada Allah dan janganlah lemah. Bila menimpa mu sesuatu (dari perkara yang tidak
disukai) janganlah engkau berkata: “Seandainya aku melakukan ini nescaya akan begini
dan begitu,” akan tetapi katakanlah: “Allah telah menetapkan dan apa yang Dia inginkan
Dia akan lakukan,” karena sesungguhnya kalimat ‘seandainya’ itu membuka amalan
syaitan.” (HR. Muslim)
6. Melihat “kelebihan” bukan kekurangan diri.
Lihatlah orang yang di bawah dari segi kehidupan dunia, misalnya dalam kurniaan rezeki
karena dengan begitu kita tidak akan meremehkan nikmat Allah yang diberikan Allah
kepada kita.
Rasulullah SAW bersabda:
“Lihatlah orang yang di bawah kamu dan jangan melihat orang yang di atas kamu karena
dengan (melihat ke bawah) lebih pantas untuk kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang
dilimpahkan-Nya kepada kamu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
7. Jangan mengharapkan ucapan terima kasih manusia.
Ketika melakukan sesuatu kebaikan, jangan mengharapkan
ucapan terima kasih ataupun balasan manusia. Berharaplah hanya kepada Allah.
Kata bijak pandai, jangan mengharapkan ucapan terima kasih kerana umumnya manusia
tidak pandai berterima kasih. Malah ada di antara hukama berkata, “sekiranya kita
mengharapkan ucapan terima kasih daripada manusia nescaya kita akan menjadi orang
yang sakit jiwa!”.
Firman Allah:
“Kami memberi makan kepada kalian hanyalah karena mengharap wajah Allah, kami tidak
menginginkan dari kalian balasan dan tidak pula ucapan terima kasih.” (Al Insan: 9)
1. Beriman dan beramal salih.
“Siapa yang beramal salih baik laki-laki ataupun perempuan dalam
keadaan ia beriman, maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang
baik dan Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik
daripada apa yang mereka amalkan.” (An-Nahl: 97)
Ibnu ‘Abbas RA meriwayatkan bahawa sekelompok ulama mentafsirkan bahawa
kehidupan yang baik (dalam ayat ini) ialah rezeki yang halal dan baik
(halalan tayyiban). Sayidina Ali pula mentafsirkannya dengan sifat
qana’ah (merasa cukup). Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas,
meriwayatkan bahawa kehidupan yang baik itu adalah kebahagiaan.
2. Banyak mengingat Allah
.
Dengan berzikir kita akan mendapat kelapangan dan ketenangan sekali gus bebas daripada
rasa gelisah dan gundah gulana.
Firman Allah:
“Ketahuilah dengan mengingat (berzikir) kepada Allah akan tenang hati itu.” (Ar-Ra’d: 28)
3. Bersandar kepada Allah.
Dengan cara ini seorang hamba akan memiliki kekuatan jiwa dan tidak mudah putus asa
dan kecewa. Allah berfirman:
“Siapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya.” (Ath-Thalaq: 3)
4. Sentiasa mencari peluang berbuat baik.
Berbuat baik kepada makhluk dalam bentuk ucapan mahupun perbuatan dengan
ikhlas dan mengharapkan pahala daripada Allah akan memberi ketenangan hati.
Firman-Nya:
“Tidak ada kebaikan dalam kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh ( manusia) untuk bersedekah atau berbuat kebaikan dan
ketaatan atau memperbaiki hubungan di antara manusia. Barang siapa melakukan hal itu
karena mengharapkan keredaan Allah, nescaya kelak Kami akan berikan padanya pahala
yang besar.” (An-Nisa: 114)
5. Tidak panjang angan-angan tentang masa depan dan tidak meratapi masa silam.
Fikir tetapi jangan khuatir. Jangan banyak berangan-angan terhadap masa depan yang
belum pasti. Ini akan menimbulkan rasa gelisah oleh kesukaran yang belum tentu datang.
Juga tidak terus meratapi kegagalan dan kepahitan masa lalu karena apa yang telah
berlalu tidak mungkin dapat dikembalikan semula.
Rasulullah SAW bersabda:
“Bersemangatlah untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagi mu dan minta tolonglah
kepada Allah dan janganlah lemah. Bila menimpa mu sesuatu (dari perkara yang tidak
disukai) janganlah engkau berkata: “Seandainya aku melakukan ini nescaya akan begini
dan begitu,” akan tetapi katakanlah: “Allah telah menetapkan dan apa yang Dia inginkan
Dia akan lakukan,” karena sesungguhnya kalimat ‘seandainya’ itu membuka amalan
syaitan.” (HR. Muslim)
6. Melihat “kelebihan” bukan kekurangan diri.
Lihatlah orang yang di bawah dari segi kehidupan dunia, misalnya dalam kurniaan rezeki
karena dengan begitu kita tidak akan meremehkan nikmat Allah yang diberikan Allah
kepada kita.
Rasulullah SAW bersabda:
“Lihatlah orang yang di bawah kamu dan jangan melihat orang yang di atas kamu karena
dengan (melihat ke bawah) lebih pantas untuk kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang
dilimpahkan-Nya kepada kamu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
7. Jangan mengharapkan ucapan terima kasih manusia.
Ketika melakukan sesuatu kebaikan, jangan mengharapkan
ucapan terima kasih ataupun balasan manusia. Berharaplah hanya kepada Allah.
Kata bijak pandai, jangan mengharapkan ucapan terima kasih kerana umumnya manusia
tidak pandai berterima kasih. Malah ada di antara hukama berkata, “sekiranya kita
mengharapkan ucapan terima kasih daripada manusia nescaya kita akan menjadi orang
yang sakit jiwa!”.
Firman Allah:
“Kami memberi makan kepada kalian hanyalah karena mengharap wajah Allah, kami tidak
menginginkan dari kalian balasan dan tidak pula ucapan terima kasih.” (Al Insan: 9)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan